Meski industri
properti melambat di tahun 2014, harga saham sejumlah emiten properti masih
memuaskan sepanjang tahun politik. Harga saham enam emiten properti yang masuk
kelompok LQ45 rata – rata naik 55,75% sepanjang 2014, paling memikat ditorehkan
PT. Summarecon Agung Tbk ( SMRA ).
Sejumlah analis
pasar modal memprediksikan, emiten properti akan melewati sejumlah rintangan
sepanjang tahun ini. Tantangan tersebut antara lain berasal dari potensi
kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia ( BI rate ) serta pelemahan nilai
tukar rupiah. Kenaikan BI rate akan memberikan tekanan ke bisnis properti. Hal ini lantaran pengembang
properti masih bergantung pada kredit perbankan untuk membiayai modal dan
operasional. Sementara, rencana kenaikan suku bunga The Fed membawa sentimen
negatif. Selain itu, pelemahan rupiah semakin memperbesar biaya emiten bisnis
properti, mengingat masih banyak bahan properti bergantung pada impor.
Tekanan atas
nilai rupiah diprediksi masih besar mengingat isu kenaikan bunga The Fed terus
bergulir. Di sisi lain, daya beli masyarakat menyusut seiring perlambatan
ekonomi. Belum lagi aturan loan to value ( LTV ) yang mengharuskan uang muka
kredit rumah atau down payment sebesar 30% serta aturan inden. Namun begitu
kepala Riset First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto menilai, prospek
emiten properti masih bagus, meskipun harus menghadapi ancaman kenaikan suku
bunga. Beliau berpendapat, tekanan suku bunga masih bisa diatasi, lantaran
kebutuhan masyarakat Indonesia akan properti, terutama rumah pertama, masih
besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar