Jumat, 23 Januari 2015

BISNIS PROPERTI 2015 DIHADANG MASALAH




Meski industri properti melambat di tahun 2014, harga saham sejumlah emiten properti masih memuaskan sepanjang tahun politik. Harga saham enam emiten properti yang masuk kelompok LQ45 rata – rata naik 55,75% sepanjang 2014, paling memikat ditorehkan PT. Summarecon Agung Tbk ( SMRA ).

Sejumlah analis pasar modal memprediksikan, emiten properti akan melewati sejumlah rintangan sepanjang tahun ini. Tantangan tersebut antara lain berasal dari potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia ( BI rate ) serta pelemahan nilai tukar rupiah. Kenaikan BI rate akan memberikan tekanan ke  bisnis properti. Hal ini lantaran pengembang properti masih bergantung pada kredit perbankan untuk membiayai modal dan operasional. Sementara, rencana kenaikan suku bunga The Fed membawa sentimen negatif. Selain itu, pelemahan rupiah semakin memperbesar biaya emiten bisnis properti, mengingat masih banyak bahan properti bergantung pada impor.

Tekanan atas nilai rupiah diprediksi masih besar mengingat isu kenaikan bunga The Fed terus bergulir. Di sisi lain, daya beli masyarakat menyusut seiring perlambatan ekonomi. Belum lagi aturan loan to value ( LTV ) yang mengharuskan uang muka kredit rumah atau down payment sebesar 30% serta aturan inden. Namun begitu kepala Riset First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto menilai, prospek emiten properti masih bagus, meskipun harus menghadapi ancaman kenaikan suku bunga. Beliau berpendapat, tekanan suku bunga masih bisa diatasi, lantaran kebutuhan masyarakat Indonesia akan properti, terutama rumah pertama, masih besar.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEildXAbVvJPR_lOH9JSBCFe-XVLVKdy2DYc4oDv5fYOmf8RF204T4VEuEu5BiL60z00KDLjZGL4Xl5NrT7LYZz_Y3zrLCRb-iBTEktjZL-PsZ7eaUfVymM5TcRlwi6ixK8jjhA0zIAXDWY/s1600/gundar-logo1.png

Tidak ada komentar:

Posting Komentar